Senin, 06 Juli 2009

Politik Dinasti Cermin Kepanikan Elit

Menurut Deputi Sekretaris Program Pascasarjana Ilmu Manajemen UI Firmanzah, kondisi yang terjadi saat ini merupakan salah satu bukti bahwa elit partai politik kita tidak siap. "Elit partai politik panik, menunjukkan mereka sebenarnya tidak siap mengikuti pemilu," tegas Firmanzah kepada INILAH.COM, di Jakarta, Selasa (21/10).
Penulis buku Marketing Politik ini menggarisbawahi, munculnya caleg dari kalangan keluarga petinggi partai politik akan semakin menenggelamkan partai politik dalam idelogisasi partai yang memang tidak tampak.

Bahkan, Firmanzah pesimistis hasil Pemilu 2009 menghasilkan legislator yang mampu memperjuangkan kepentingan rakyat. Apa landasan pesimisme Firmanzah? Bagaimana pula solusinya? Berikut ini wawancara lengkapnya:

Bagaimana Anda melihat fenomena artistokrasi dan dinastitokrasi di daftar caleg sementara (DCS), apakah ini bagian dari miskinnya idelogi partai politik dan pelaku politik kita?

Saya melihat ketidaksiapan elit politik kita. Ketika parpol bertambah jumlahnya dan masing-masing dapil memiliki caleg, dan dalam waktu bersamaan lebih dari 11 ribu orang untuk menjadi caleg. Kita baru sadar, ternyata kaderisasi kita belum cukup, sedangkan parpol baru hanya dengan modal semangat tanpa memikirkan efek di belakangnya.

Pada akhirnya terjadi seperti saat ini, siapa pun bisa masuk menjadi caleg. Apalagi adanya tuntutan caleg 30% dari perempuan, itu menambah kepanikan. Elit politik tidak siap ditambah dengan ideologi kader yang tidak jelas.

Bagaimana dengan caleg yang tiba-tiba datang tanpa diketahui kiprahnya di partai. Apakah ini sehat dalam sistem demokrasi kita?

Justru itu masalahnya, kader-kader yang bagus berangkat dari bawah, semakin mempertegas tidak ada kaderisasi di partai politik, semuanya ingin menggunakan jalan pintas bahkan dalam pemilihan nomor urut hanya dilandasai popularitas tanpa ada content.

Bagaimana dengan penerapan pola suara terbanyak yang menjadi tren bagi parpol untuk mendongkrak suara, apakah masuk dalam ranah jalan pintas tadi?

Suara terbanyak bisa negatif, bisa juga positif. Tapi yang terjadi di lapangan adalah ada beberapa posko di satu partai politik, karena mereka bersaing caleg dalam satu partai. Itu cukup berbahaya bagi internal partai politik.

Jadi bagaimana merekayasa politik yang harus dilakukan untuk menerapkan prinsip demokrasi?

Kalau saat ini terlambat. Tapi paling tidak, 2009 harus diselesaikan dulu, tapi setelah 2009 harus kita kaji secara nasional termasuk jumlah paprol. Apakah perlu pembatasan jumlah parpol. Jadi tidak hanya PT/ET, tapi perlu pengaturan yang jelas pendirian partai politik.

Dengan banyaknya caleg di DCS yang banyak diisi oleh 'kader jenggot' apakah upaya menggantinya dengan kader murni menjadi terapi dalam pembenahan sistem demokrasi kita saat ini?
Masalahnya punya nggak kadernya? Jangan-jangan partai politik memang tidak punya kader. Sebenarnya, kita belum siap dengan semuanya. Kita terlalu bersemangat. Jadi para elit juga harus lebih bijaksana. (inilah.com)

0 komentar:

video

Blog Archive

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP